Mancala, atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai congklak, telah lama menjadi simbol permainan strategi, ketekunan, dan interaksi. Tapi bagaimana jika warisan budaya ini dihidupkan kembali dalam bentuk digital… tanpa GUI, tanpa animasi, hanya teks dan perintah? Inilah Mancala CLI—versi yang menantang logika sekaligus kesabaran, dimainkan lewat terminal.
👾 Antarmuka yang Membingungkan, Tapi Jujur
Bayangkan layar hitam terminal dengan deretan angka dan simbol yang mewakili lubang-lubang congklak, biji-biji permainan, dan giliran pemain. Tak ada klik atau drag, melainkan perintah teks seperti:
`bash
move P1 4
`
di mana P1 adalah pemain 1 dan 4 adalah lubang keempat. UI-nya bukan buruk… tapi spartan, dan kadang tampak seperti skrip debugging ketimbang permainan. Hanya mereka yang sabar dan tekun yang mampu bertahan lebih dari dua ronde.
🧠 Permainan yang Tak Bisa Sendirian
Berbeda dengan game seperti Ludo yang masih bisa dinikmati solo, Mancala CLI sangat bergantung pada dinamika dua pemain. Bermain sendiri bukan sekadar sepi—tapi kehilangan inti dari permainannya: pengambilan keputusan yang saling memengaruhi. Strategi mengambil biji, menahan akhir di lubang sendiri, atau mengosongkan lubang lawan jadi hampa tanpa musuh sesungguhnya.
Menariknya, karena dimainkan via terminal, dua pemain sering duduk bersebelahan, bergantian mengetik di keyboard dengan serius. Rasanya seperti kembali ke akar permainan: dialog, analisis, dan saling intip strategi.
🔍 Sulit, Ya—Tapi Ada Nilai Tersendiri
Di balik tampilan minimalis dan interaksinya yang membingungkan, Mancala CLI punya daya tarik filosofis tersendiri. Ia menantang kita untuk memahami sistem tanpa bantuan visual—murni logika, konsentrasi, dan memori spasial. Rasanya seperti memainkan congklak dengan mata tertutup, hanya mengandalkan bunyi dan intuisi.
Dalam dunia digital yang serba instan, Mancala CLI adalah manifestasi dari kesederhanaan yang tak kompromi: tradisi dimainkan di ruang paling sunyi komputer.